Kristo Blasin (Salah Satu Calon Gubernur NTT)
DUNIA PENDIDIKAN
YANG BERMORAL
Sebagai Generasi Muda atau generasi penerus bangsa maka
menjadi suatu yang memperihatinkan tatkala melihat keadaan generasi penerus
atau calon generasi penerus Flobamora saat ini, yang tinggal, hidup dan
dibesarkan di bumi Flobamora ini. Untuk menyiapkan generasi penerus yang
bermoral, beretika, sopan, santun, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa perlu dilakukan hal-hal yang signifikan untuk sebuah terobosan dalam dunia
pendidikan.
Pendidikan baik Pendidikan nasional maupun Pendidikan
informal selama ini telah mengesampingkan unsur pendidikan moral. Seharusnya
pendidikan kita baik dilakukan dirumah atau di tingkat sekolah formal mampu
menciptakan pribadi (generasi penerus) yang bermoral, mandiri, matang dan
dewasa, jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, tahu
malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau
kelompok. Tapi kenyataanya bisa kita lihat saat ini banyak Pejabat atau
pemimpin -pemimpin yang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme baik di
legislative, ekskutif dan yudikatif dan semuanya orang-orang yang berpendidikan
tinggi, mereka bergelar dari S1 sampai Prof. Dr. disegala usia. Contoh lainnya,
dalam aktifitas lainnya yang lebih parah lagi, ada anggota dewan atau tenaga
ahli terlibat narkoba, bertengkar ketika sidang, gontok-gontokan dalam tubuh
partai karena memperebutkan posisi tertentu (Bagaimana mau memperjuangkan
aspirasi rakyat kalau dalam diri partai saja seperti ini).
Kejadian-kejadian seperti ini dilakukan oleh orang-orang yang
mengerti hukum dan berpendidikan tinggi. Apakah orang-orang seperti ini yang kita
andalkan untuk membawa Bumi Flobamora ini kedepan? Apakah mereka tidak sadar
tindak-tanduk mereka akan ditiru oleh generasi muda lainnya saat ini untuk masa
yang akan datang? Dalam dunia pendidikan sendiri terjadi
penyimpangan-penyimpang yang sangat parah seperti penjualan gelar akademik (dan
anehnya pelakunya adalah orang yang mengerti tentang pendidikan), guru/dosen
yang curang dengan sering datang terlambat untuk mengajar, menjiplak skripsi
atau tesis, praktek suap untuk jadi pegawai negeri atau suap untuk naik pangkat,
atau praktek mengganti posisi jabatan pegawai kalau tidak ikut memenangkan
calon kepala daerah.
Di pendidikan tingkat menengah atas, setiap awal tahun ajaran
baru, para orang tua murid memiliki perilaku mengatur anaknya untuk berusaha
mencarikan anaknya sekolah favorit (khususnya kalangan berduit) secara tidak
langsung sudah mengajari anak-anak mereka bagaimana melakukan kecurangan dan
penipuan. (makanya tidak aneh sekarang ini banyak oknum pejabat jadi penipu dan
pembohong rakyat). Dan banyak lagi yang tidak perlu saya sebutkan satu per satu
dalam tulisan ini.
Kembali ke pendidikan yang bermoral (yang saya maksud adalah
pendidikan yang bisa mencetak generasi muda dari SD sampai Perguruan Tinggi
menjadi pintar dan bermoral. Dimana proses pendidikan harus bisa membawa anak
didik kearah kedewasaan, kemandirian dan bertanggung jawab, tahu malu, tidak
plin-plan, jujur, santun, berahklak mulia, berbudi pekerti luhur sehingga
mereka tidak lagi bergantung kepada keluarga, masyarakat atau daerah setelah
menyelesaikan pendidikannya, tetapi sebaliknya, mereka bisa membangun daerah
ini untuk bangsa dengan kekayaan yang kita miliki dan dihargai didunia
internasional. Kalau perlu daerah ini tidak lagi mengandalkan utang untuk
pembangunan. Sehingga negara lainnya tidak seenaknya mendikte Bangsa ini dalam
berbagai bidang kehidupan.
Dengan kata lain, proses transformasi ilmu pengetahuan kepada
anak didik harus dilakukan dengan gaya dan cara yang bermoral pula. Dimana
ketika berlangsung proses tranformasi ilmu pengetahuan di SD sampai Perguruan
Tinggi maka setiap pendidik harus memiliki moralitas yang bisa dijadikan
panutan oleh anak didik. Seorang pendidik harus jujur, bertakwa, berahklak
mulia, tidak curang, tidak memaksakan kehendak, berperilaku santun, displin,
tidak arogan, ada rasa malu, tidak plin plan, berlaku adil dan ramah di dalam
kelas, keluarga dan masyarakat. Kalau pendidik mulai dari guru SD sampai
Perguruan Tinggi memiliki sifat-sifat seperti diatas. Negara kita belum tentu
morat-marit seperti ini.
Perubahan dalam pendidikan nasional jangan hanya terpaku pada
perubahan kurikulum, peningkatan anggaran pendidikan, perbaikan fasilitas.
Misalkan kurikulum sudah dirubah, anggaran pendidikan sudah ditingkatkan dan
fasilitas sudah dilengkapi dan gaji guru/dosen sudah dinaikkan, Namun kalau
pendidik (guru atau dosen) dan birokrat pendidikan serta para pembuat kebijakan
belum memiliki sifat-sifat seperti diatas, rasanya perubahan-perubahan tersebut
akan sia-sia. Implementasi di lapangan akan jauh dari yang diharapkan Dan
akibat yang ditimbulkan oleh proses pendidikan pada generasi muda akan sama
seperti sekarang ini. Dalam hal ini saya tidak berpretensi menyudutkan guru
atau dosen dan birokrat pendidikan serta pembuat kebijakan sebagai penyebab
terpuruknya proses pendidikan di NTT dan Indonesia saat ini. Tapi adanya oknum
yang berperilaku menyimpang dan tidak bermoral harus segera mengubah diri
sedini mungkin kalau menginginkan generasi unggul seperti diatas.
PEJABAT HARUS SEGERA
BERBENAH DIRI DAN MENGUBAH PERILAKU
Kalau kita menginginkan generasi penerus yang bermoral,
jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, bermoral,
tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi
atau kelompok. Maka semua pejabat yang memegang jabatan baik legislative,
ekskutif maupun yudikatif harus berbenah diri dan memberi contoh dulu bagaimana
jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, bermoral,
tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi
atau kelompok kepada generasi muda mulai saat ini.
Karena mereka semua adalah orang-orang yang berpendidikan dan
tidak sedikit pejabat yang bergelar Prof. Dr. (bukan gelar yang dibeli obral).
Mereka harus membuktikan bahwa mereka adalah hasil dari sistim pendidikan
nasional selama ini. Jadi kalau mereka terbukti salah melakukan korupsi, kolusi
dan nepotisme, jangan cari alasan untuk menghindar. Tunjukan bahwa mereka orang
yang berpendidikan , bermoral dan taat hukum. Jangan bohong dan curang. Apabila
tetap mereka lakukan, sama saja secara tidak langsung mereka (pejabat) sudah
memberikan contoh kepada generasi penerus bahwa pendidikan tinggi bukan jaminan
orang untuk jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berprilaku santun,
bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa
bukan pribadi atau kelompok. Jadi jangan salahkan jika generasi mudah saat ini
meniru apa yang mereka (para pejabat) telah lakukan . Karena mereka telah
merasakan, melihat dan mengalami yang telah pejabat lakukan terhadap bangsa
ini.
Selanjutnya, semua pejabat di negara ini mulai saat ini harus
bertanggungjawab dan konsisten dengan ucapannya kepada rakyat. Karena rakyat
menaruh kepercayaan terhadap mereka mau dibawah kemana negara ini kedepan.
Namun perilaku pejabat kita, lain dulu lain sekarang. Sebelum diangkat jadi
pejabat mereka umbar janji kepada rakyat, nanti begini, nanti begitu. Pokoknya
semuanya mendukung kepentingan rakyat. Dan setelah diangkat, lain lagi
perbuatannya. Jadi jangan salahkan mahasiswa atau rakyat demonstrasi dengan
mengeluarkan kata-kata atau perilaku yang kurang etis terhadap pejabat. Karena
pejabat itu sendiri tidak konsisten. Padahal pejabat tersebut seorang yang
bergelar S2 atau bahkan Prof. Dr. Inikah orang-orang yang dihasilkan oleh
pendidikan nasional kita selama ini?
Harapan
Dengan demikian, apabila kita ingin mencetak generasi penerus
yang mandiri, bermoral, dewasa dan bertanggung jawab. Konsekwensinya, Semua
yang terlibat dalam dunia pendidikan, para orang tua, para pejabat, para
profesional di NTT dan Indonesia secara umum harus mampu memberikan suri
tauladan yang bisa jadi panutan generasi muda. jangan hanya menuntut generasi
muda untuk berperilaku jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur,
berprilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan
kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok.
Sumber : http://nadhirin.blogspot.co.id