Segera setelah Indonesia merdeka, Indonesia mencoba sistem Demokrasi
parlementer yang di kemudian hari dianggap terlalu “
Liberal”, kemudian
menjelang dekade 1950 an dicoba pula sistem politik dengan nama
demokrasi terpimpin, yang ternyata bukan saja tidak Demokratis,
melainkan dinilai cendrung mengarah kepada sistem Otoriterianisme, pada
kurun waktu terpanjang sesudah itu di Indonesia diberlakukan “Demokrasi
pancasila” di bawah orde Baru, yang berakhir pada tahun 1998,dan yang
melahirkan Revormasi.
Dalam makalah ini kami akan mencoba membahas tentang “Demokrasi
Terpimpin di Indonesia” dan mudah-mudahan tidak lari jauh dari konteks
sejarahnya. Dan dalam metode penulisan makalah ini penulis berusaha
bersikap netral.
A. Latar Belakang sejarah diberlakukannya Demokrasi Terpimpin.
Di awali dari maklumat Hatta sebagai
wakil presiden waktu itu, di mana dalam maklumat tersebut menganjurkan
perlunya pembentukan partai-partai, yang ternyata mendapat sambutan luas
hingga pada waktu itu lebih kurang 40 partai telah lahir di Indonesia,
tetapi pada kenyataannya dalam kondisi yang sedemikian, bukannya
menambah suburnya sistem Demokrasi di Indonesia. Buktinya
kabinet-kabinet yang ada pada waktu itu tidak pernah bertahan sampai 2
tahun penuh dan terjadi perombakan-perombakan dengan kabinet yang baru,
dan bahkan menurut penilayan presiden Soekarno banyaknya partai hanya
memperunyam masalah dan hanya menjadi penyebab gotok- gotokan, penyebab
perpecahan bahkan dalam nada pidatonya dia menilai partai itu adalah
semacam pertunjukan adu kambing yang tidak bakalan berpengaruh baik bagi
Bangsa dan negara.
Menurut pengamatan Soekarno Demokrasi Liberal tidak semakin mendorong
Indonesia mendekati tujuan revolusi yang dicita-citakan, yakni berupa
masrakat adil dan makmur, sehingga pada gilirannya pembangunan ekonomi
sulit untuk dimajukan, karena setiap fihak baik pegawai negeri dan
parpol juga militer saling berebut keuntungan dengan mengorban kan yang
lain.
Keinginan presiden Soekarno untuk mengubur partai-partai yang ada pada
waktu itu tidak jadi dilakukan, namun pembatasan terhadap partai diberlakukan, dengan membiarkan partai politik sebanyak 10 partai tetap
bertahan. Yang akhirnya menambah besarnya gejolak baik dari internal
partai yang dibubarkan maupun para tokoh-tokoh yang memperjuangkan
“Demokrasi liberal” juga daerah-daerah tidak ketinggalan. Dan keadaan
yang demikian, akhirnya memaksa Soekarno untuk menerapkan “Demokrasi
terpimpin” dengan dukungan militer untuk mengambil alih kekuasaan.
B. Demokrasi Terpimpin
Dalam suasana yang mengancam keutuhan teritorial sebagaimana kata Feith,
dan ancaman perpecahan sebagai mana kata Soepomo, itulah muncul gagasan
“Demokrasi Terpimpin” yang di lontarkan Presiden Soekarno pada bulan
februari 1957. mula mula pandangan ini dicetuskan oleh partai Murba,
serta Chaerul saleh dan Ahmadi.
Namun gagasan tanpa perbuatan tidak terlalu berarti dibanding gagasan
dan perbuatan langsung dalam usaha mewujudkan gagasan itu dan inilah
yang di lakukan soekarno . Konsep Demokrasi terpimpin yang hendak
membawa PKI masuk kedalam kabinet ini juga menyebut-nyebut akan di
bentuknya lembaga negara baru yang ekstra konstitusional yaitu ( Dewan
Nasional), yang akan di ketuai oleh soekarno sendiri yang bertugas
memberi nasehat kepada kabinet maka untuk itu harus di bentuk kabinet
baru yang melibatkan semua partai termasuk PKI serta di bentuk Dewan
penasehat tertinggi dengan nama “Dewan Nasional” yang beranggotakan
wakil-wakil seluruh golongan fungsional.
Menurut Yusril Ihza mahendra, sebelum “Dewan Nasional” ini dibentuk
gagasan awal tentang namanya adalah “Dewan Revolusi” (DR), namun
akhirnya dinamai dengan “Dewan nasional” (DN). Dewan ini diketuai oleh
presiden, namun dalam prakteknya sehari-hari diserahkan kepada Roeslan
abdul gani, walaupun Dewan Nasional ini tidak ada dasarnya dalam
konstitusi.-,, Artinya “Dewan Nasional ini tidak sejalan dengan
konstitusi yang ada pada waktu itu. Dan peranannya memang cukup
menentukan yaitu sebagai “penasihat” pemerintah yang dalam praktiknya
telah menjadi semacam DPR bayangan di samping DPR hasil pemilu 1955. dan
adapun Dewan Nasional yang di sebutkan diatas adalah hasil bentukan
kabinet juanda yang segera terbentuk setelah sebelumnya kabinet Ali
sastro amidjoyo tidak mampu bertahan lagi.
Setelah dekrit presiden 5 juli 1959 kabinet Juanda menyerahkan mandatnya
kepada presiden melalui pemberlakuan kembali proklamasi dan UUD 1945,
presiden Soekarno langsung memimpin pemerintahan bahkan bukan saja
kepala negara tetapi juga kepala pemeritahan yang membentuk kabinet yang
mentri-mentrinya tidak terikat kepada partai. Dan pada waktu-waktu
inilah Dewan Nasional itu mulai di gagas.
Pembentukan Dewan Nasional ini, berdasarkan atas (SOB) atau amanat
keadaan darurat dan bahaya perang yang di umumkan oleh presiden soekarno
sebelum terbentuknya kabinet Juanda itu, mengingat Indonesia di
hari-hari itu memang dalam keadaan genting dan potensi kionflik yang
lebih besar segera mengancam keutuhan NKRI. Salah satunya dengan
terjadinya gejolak ingin memisahkan diri beberapa Daerah dari NKRI.
Dalam kurun waktu yang kian genting pada kenyataan sejarah waktu-waktu
itu, dan dengan terbentyknya PRRI di Padang di tambah dengan pulangnya
pimpinan-pimpinan Masyumi dari jakarta menuju padang, karena waktu itu
di jakarta mereka merasa kurang aman dari fihak-fihak yang kontra dengan
mereka serta sekaligus berencana memantapkan pemerintahan revolusioner
yang mereka cita-citakan dengan mengangkat “Syafruddin parawiranegara”
sebagai mentrinya,(beliau juga pernah menjadi pemangku jabatan Pemimpin
pemerintahan darurat Republik indonesia (PDRI) bi bukit tinggi, beliau
sebenarnya putera kelahiran Banten tapi ayahnya berasal dari Sumatera
Barat)Pen. Dan PRRI ini segera mendapat sambutan hangat di indonesia
bagian timur, aceh, dan Indonesia tengah yang telah terlebih dahulu
mengusahakan perjuangan melalui DI/TII yang terkenal itu. Walaupun pada
akhirnya usaha ingin memisahkan diri, yang diupayakan berbagai daerah
ini berhasil ditumpas.
Sementara kegentingan demi kegentingan yang terjadi, sukarno sebagai
seorang organisator dan sekaligus pengagum persatuan dan kesatuan, tidak
tinggal diam dan tidak kehabisan akal.
Soekarno melakukan upaya dengan menggandeng 2 kekuatan besar dan yang
paling bagus organisasinya dan paling potensial di indonesia pada waktu
itu, yaitu PKI dan AD atau militer. Walaupun pada kenyataannya kedua
kekuatan ini selalu pro dan kontra antara satu sama lain, namun bisa jinak
ditangan seorang politikus kaliber soekarno.
Mula-mula 2 kekuatan ini di manfaatkannya pada isu imperialisme dan
kapitalisme yang masih mengancam Indonesia, berhubung pada waktu itu
Irian Barat masih dikuasai oleh penjajah dan isu ini di pakai soekarno
untuk mengamanatkan agar Irian barat selekas-lekasnya dapat di bebaskan
serta upaya untuk mengembalikan indonesia dalam posisi pemerintahan
secara utuh.
Dalam teorinya dapat kita baca bahwa: soekarno, membutuhkan PKI karena
merasa terancam akan Kudeta yang dilakukan Militer pada waktu itu atau
AD pada khususnya sebagai kekuatan potensial yang sewaktu-waktu dapat
merong-rong Soekarno dari tampuk pimpinan. Dan di samping itu menurut
Afan ghafar soekarno memiliki agenda sendiri.
Dalam hubungannya dengan PNI, yang merupakan partai binaannya sejak
awal, untuk sementara waktu soekarno keluar dari PNI dahulu, Karaena
beliau tahu pasti kalau pengikut PNI sesungguhnya sudah ditangannya. Dan
dia merangkul kekuatan PKI sebagai kekuatan yang menentukan massanya di
Indonesia pada waktu itu, ketika soekarno telah mendapatkan PKI sebagai
kekuatan besar, maka otomatis kekuatan yang lain dari PNI partainya
yang disebutkan diatas menggabungkan diri dengan PKI walaupun ada juga
yang tidak bergabung. Namun pada akhirnya gabungan kedua partai tersebut
terbentuk menjadi masa yang besar dan siap untuk di mobilisasi.
Sedangkan apabila kita lanjutkan analisisnya, antara PKI dan AD yang
sering berbeda pendapat sewaktu-waktu dapat di adu kekuatannya dan
soekarno jadi wasitnya.
Sementara itu menurut keterangan yusril Ihza Mahendra, sejalan dengan
gagasan “Demokrasi Terpimpin” Kalangan tentara di bawah pimpinan Mayjend
Abdul Haris Nasution, aktif berkampanye tentang perlunya kembali ke
undang-undang 1945. nilai-nilai dan semangat demiukian menurut A.H.
Nasution akan tetap terpelihara jika negara kembali kepada UUD dan dan
proklamasi, yakni UUD 1945. ide soekarno ini tampaknya bertemu dengan
Ide soekarno dalam rangka menerapkan demokrasi Terpimpin. Sebab menurut
Yusril, demokrasi semacam itu memang menghendaki adanya pemusatan
kekuasaan di tangan presiden, sementara UUD 1945 memungkinkan perwujudan
hal itu, (maksudnya sebelum di amandemen karena buku yang penulis kutip
dari buku karangan 1996.) sebaliknya, jika menunggu konstituante
menyelesaikan tugasnya memnyusun Undang-Undang yang baru belum tentu
isinya sama dengan gagasan demokrasi terpimpin tadi. Dan gabungan ide
Soekarno dan A.H. Nasution ini disampaikan kesidang Dewan Nasional dan
dewan berpendapat bahwa gagasan Demokrasi terpimpin dapat terlaksana
jika dikembalikan kepada UUD 1945. kemudian di bawa kerapat kabinet dan
didalam rapat itu juga disetujui tentang Gagasan Demokrasi Terpimpin
tersebut. Dalam sidang kabinet tesebut di hadiri oleh Idcham Chalid
seorang tokoh NU, beliau tidak memberikan komentar apa-apa terhadap
usulan Dewan Nasional sehingga perdana mentri Juanda padawaktu itu
mengira bahwa NU setuju dengan gagasan itu.
Keputusan Dewan Mentri tersebut disampaikan perdana mentri Juanda,
kepada sidang paripurna DPR, yang berjudul “ Putusan Dewan Mentri
mengenai pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dalam rangka kembali ke UUD
1945”.
Dalam keterangan itu PM. Juanda mengatakan sbb: untuk mendekati hasrat
golongan Islam, berhubung dengan penyelesayan dan pemeliharaan keamanan,
di akui adanya piagam Jakarta tertanggal 22 juni 1945 sebagai dokumen
historis. Dengan kembali ke UUD 1945, tambahnya , pelaksanaan Demokrasi
Terpimpin akan lebih terjamin, disamping akan mampu mengembalikan
seluruh ptensi nasional” termasuk golongan Islam”. Guna” di putuskan
kepada penyelesayan keamanan dan pembangunan di seluruh bidang.”
C. Demokrasi Terpimpin Ditinjau dari Demokrasi Moderen.
Dalam Priode Demokrasi terpimpin pemikiran Demokrasi ala Barat banyak
di tingalkan bahkan lebih nampak gambarannya manakala Demokrasi
parlementer sebelumnya berkuasa di indonesia karena mengacu pada latar
belakang pendidikan penggagasnya, yaitu yang pernah sekolah di luar
negeri seperti Drs. M.Hatta dan Syahrir,walaupun gagasannya tidak 100%
persis barat karena di sana sini berhubungan juga dengan
islam,Nasionalis dan Lokal.
Soekarno sebagai pemimpin tertinggi pada era Demokrasi terpimpin
menyatakan bahwa Demokrasi liberal tidak sesuai dengan kepribadian BI,
prosedur pemungutan suara, dalam lembaga perwakilan rakyat dinyatakan
sebagai tidak efektif dan kemudian Soekarno memperkenalkan dengan apa
yang di sebut dengan”Musyawarah untuk mufakat”
Banyaknya partai politik oleh bung karno adalah penyebab tidak adanya
pencapayan hasil dan sulit dicapai kataq sepakat karena terlalubanyak
berdebat atau bersitegang urat leher.
Dari kacamata demokrasi moderen Kita menyaksikan semuanya di rubah,semua
berubah,dan semua kelihatan berganti dan semua diganti tapi
sesungguhnya tidak ada yang berganti dan berubah, yang pada hari ini
semua serba mudah dan terkesan di mudahkan dan hampir kebablasan.Memang
Demokrasi Terpimpin agak terasa asing Namun apa yang terjadi dimasalalu
karena kehendak waktu dan peristiwa menginginkan demikian pada hari-hari
itu, Dimana ketika kita dihadapkan kepada dua pilihan yakni: apakah
kita mau di gembleng untuk sementara waktu demi sejarah yang mengoyak
ngoyak bangsa selama-beberapa lamanya, ataukah kita siap bercerai berai
dari kesatuan Negara Republik Indonesia yang artinya kita semakin
lemah?.
D.Konsep Nasakom Dalam Demokrasi Terpimpin.
Bung Karno sampai dengan akhir hayatnya tetap bertahan terhadap ide
Nasakom yang mengatakan bahwa kekuatan politik di Indonesia pada saat
itu terdiri dari tiga golongan ideologi besar yaitu: golongan yang
berideologi nasionalis, golongan yang berideologi dengan latar belakang
agama, dan golongan yang berideologi komunis. Tiga-tiganya merupakan
kekuatan yang diharapkan tetap bersatu untuk menyelesaikan masalah
bangsa secara bersama-sama.
Apakah dengan punya ide Nasakom tersebut bisa dikatakan bahwa Bung Karno
adalah seorang Marxis yang lebih dekat dengan golongan komunis pada
saat itu? Setiap orang boleh punya persepsi dan pendapatnya sendiri
untuk hal ini. Tapi yamg nyata Bung Karno adalah seorang Nasionalis,
yang ide Nasakom semata-mata dicetuskan melihat realitas masyarakat pada
saat itu demi persatuan. Indonesia menginginkan suatu kolaborasi total
semua anasir bangsa dari semua golongan ideologi yang ada termasuk
golongan komunis untuk berama-sama bahu membahu membangun Indonesia.
Walaupun tidak bisa dipungkiri memang Bung Karno pada periode 1959-1965
sangat terlihat lebih condong memberi angin kepada golongan komunis.
Barangkali juga ide Bung Karno tentang Nasakom berkaitan dengan pendapat
Clifford Geertz yang dalam bukunya The Religion of Java yang membagi
masyarakat Jawa dalam tiga varian: priyayi, santri, dan abangan. Yang
bisa diterjemahkan priyayi adalah kaum Nasionalis, santri adalah kaum
Agamis, dan abangan adalah kaum Komunis.
Realitas sejarah memang berkata lain setelah terjadi peristiwa 30
September 1965 yang sampai sekarang masih menyimpan misteri dan banyak
versi diceritakan dari berbagai pihak bagaimana kejadiannya sampai
terjadi pembunuhan para Jendral dan PKI dituduh yang telah melakukan
semua ini dan tentara melakukan pembalasan dengan menumpas PKI sampai
dengan akar-akarnya.
Suatu realitas yang mungkin Bung Karno tidak pernah menyangka ataupun
mimpipun mungkin tidak, bahwa ada satu golongan kekuatan dalam peta
politik di Indonesia yang tidak pernah terpikirkan menjadi suatu
kekuatan penting dalam peta perpolitikan Indonesia yaitu kaum militer.
Bung Karno walaupun bukan orang militer, selalu memakai pakaian lengkap
militer Panglima Tertinggi – Jendral Bintang Lima – dengan segala
atribut kebesarannya, kata beberapa analis ini adalah salah satu
diplomasi model Bung Karno untuk meredam ambisi dan kekuatan militer
untuk berkuasa
Setelah terjadi peristiwa 30 September 1965, serta merta ide Nasakom
musnah dan aneh bin ajaib kekuatan kaum komunis serta merta digantikan
oleh satu kekuatan politik baru di Indonesia yaitu kaum militer.
Walaupun dengan segala dalih, kaum militer tidak pernah mengakui bahwa
mereka adalah satu kekuatan politik yang telah mendominasi Indonesia
selama 32 tahun. Mereka selalu mengatakan bahwa militer berdiri
dibelakang semua golongan.
Kesimpulannnya bahwa realitas politik di Indonesia semenjak jaman
kemerdekaan sampai dengan saat ini pernah ada empat golongan kekuatan
politik: kaum nasionalis, kaum agamis, kaum komunis, dan kaum militer
(dan motor politik pendukungnya). Masing-masing kekuatan politik pernah
mengalami jaman keemasan dan juga pernah terhempas dalam kancah politik
di Indonesia. Dalam realitasnya setiap golongan kekuatan politik yang
pernah mendominasi kekuasaan dan menjalankan pemerintahan Republik
Indonesia belum ada yang mampu mengantarkan Indonesia menuju cita-cita
bangsa untuk menjadi negara yang adil, makmur dan sejahtera.
. Pada awal kemerdekaan kaum nasionalis dengan motor politiknya PNI
(Partai Nasional Indonesia) pernah memegang dominasi pemerintahan sampai
pada sekitar tahun 1959. Setelah Bung Karno membuat dekrit pada tanggal
1 Juli 1959 untuk kembali ke UUD ’45, maka kekuasaan mutlak ada di
tangan Bung Karno yang lebih memberikan angin pada kaum komunis untuk
mendominasi kancah politik di Indonesia (atau terbawa oleh strategi kaum
komunis) pada periode 1959 s/d 1965
KESIMPULAN
Demokrasi terpimpin adalah sebuah
demokrasi yang sempat ada di Indonesia, yang seluruh keputusan serta
pemikiran berpusat pada pemimpinnya .
Pada bulan 5 Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Presiden Sukarno
menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden. Soekarno juga
membubarkan Konstituante yang ditugasi untuk menyusun Undang-Undang
Dasar yang baru, dan sebaliknya menyatakan diberlakukannya kembali
Undang-Undang Dasar 1945, dengan semboyan “Kembali ke UUD’ 45”. Soekarno
memperkuat tangan Angkatan Bersenjata dengan mengangkat para jendral
militer ke posisi-posisi yang penting.
PKI menyambut “Demokrasi Terpimpin” Sukarno dengan hangat dan anggapan
bahwa PKI mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara
nasionalisme, agama (Islam) dan komunisme yang dinamakan NASAKOM.
NASAKOM telah menjadi NASA yang pada waktu antaranya kom-nya telah
musnah dan pernah digantikan kaum militer. Memang dari empat golongan
ideologi yang pernah ada di Indonesia: golongan nasionalis, golongan
agamis, golongan komunis, dan golongan militer hanya golongan agamis
yang belum pernah menonjol dalam menjalankan pemerintahan eksekutif.
Mungkin momentumnya telah tiba, apabila memang golongan agamis bisa
menunjuknan dirinya sebagai partai yang bersih, tidak terkontaminasi
penyakit korupsi (masalah utama bangsa kita). Mungkin partai dengan
haluan agamis akan menjadi pilihan alternatif dikarenakan partai-partai
besar yang ada saat ini telah gagal mengantarkan Indonesia menjadi
negara yang seperti diamanatkan pada pembukaan UUD ’45: suatu pemerintah
negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Di tahun 1962, perebutan Irian Barat secara militer oleh Indonesia
mendapat dukungan penuh dari kepemimpinan PKI, mereka juga mendukung
penekanan terhadap perlawanan penduduk adat.
Salam: Soekarno